Pelayanan KB dan Pelayanan Lansia
BAB I
PENDAHULUAN
I.1
Latar
Belakang
Kesehatan reproduksi merupakan bagian penting dari
program kesehatan dan merupakan titik pusat sumber daya manusia mengingat
pengaruhnya terhadap setiap orang dan mencakup banyak aspek kehidupan sejak
dalam kandungan sampai pada kematian. Oleh karena itu pelayanan kesehatan
reproduksi harus mencakup empat komponen esensial yang mampu memberikan hasil
yang efektif dan efisien bila dikemas dalam pelayanan yang terintegrasi. Salah
satu dari empat komponen esensial yaitu Keluarga Berencana.
Pelayanan Keluarga Berencana perlu mendapatkan
perhatian yang serius, karena dengan mutu pelayanan Keluarga Berencana
berkualitas diharapkan akan dapat meningkatkan tingkat kesehatan dan
kesejahteraan. Dengan telah berubahnya paradigma dalam pengelolaan masalah
kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan
penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi
serta hak reproduksi, maka pelayanan KB harus menjadi lebih berkualitaas serta memperhatikan
hak – hak dari klien dalam memilih metode kontrasepsi yang diinginkan.
Masa
lanjut merupakan periode penutup dalam rentan hidup seseorang, yaitu suatu
periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih
menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
Dewasa
lanjut (Late adult hood) atau lebih dikenal dengan istilah lansia adalah
periode dimana seseorang telah mencapai usia diatas 45 tahun.
Secara
terus-menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin
rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan keatian. Hal ini
disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta
sistem organ.
I.2
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pelayanan kontrasepsi di masyarakat.
2. Untuk
mengetahui pelayanan lansia yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi di
masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Pelayanan
Kontrasepsi
Pengertian Program Keluarga Berencana menurut UU No 10 tahun 1992 (tentang
perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya
peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia
perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Program KB adalah bagian yang terpadu (integral) dalam program pembangunan
nasional dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual dan
sosial budaya penduduk Indonesia agar dapat dicapai keseimbangan yang baik
dengan kemampuan produksi nasional.
Sejak pelita V, program KB nasional berubah menjadi
gerakan KB nasional yaitu gerakan masyarakat yang menghimpun dan mengajak
segenap potensi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam melembagakan dan
membudayakan NKKBS dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia Indonesia.
(Sarwono,1999).
Tujuan umum untuk lima tahun kedepan mewujudkan visi dan misi
programm KByaitu
membangun kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana
program KB di masa mendatang untuk mencapai keluarga berkualitas tahun 2015.
·
Meningkatkan kesejahteraan ibu
dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui
pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia.
·
Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu dan
meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung,
tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran langsungnya adalah Pasangan
Usia Subur (PUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara
penggunaan kontrasepsi secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak
langsungnya adalah pelaksana dan pengelola KB, dengan tujuan menurunkan
tingkat kelahiran melalui pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam
rangka mencapai keluarga yang berkualitas, keluarga sejahtera.
1. Komunikasi
Informasi dan Edukasi (KIE)
2. Konseling
3. Pelayanan
Kontrasepsi
4. Pelayanan
Infertilitas
5. Pendidikan
sex (sex education)
6. Konsultasi
pra perkawinan dan konsultasi perkawinan
7. Konsultasi
genetik
8. Tes
keganasan
9. Adopsi
Strategi pendekatan dalam
program keluarga berencana antara lain:
1. Pendekatan kemasyarakatan (community approach).
Diarahkan untuk
meningkatkan dan menggalakkan peran serta masyarakat (kepedulian) yang dibina
dan dikembangkan secara berkelanjutan.
2. Pendekatan koordinasi aktif (active coordinative approach)
Mengkoordinasikan
berbagai pelaksanaan program KB dan pembangunan keluarga sejahtera sehingga dapat saling
menunjang dan mempunyai kekuatan yang sinergik dalam mencapai tujuan dengan
menerapkan kemitraan sejajar.
3. Pendekatan integrative (integrative approach)
Memadukan
pelaksanaan kegiatan pembangunan agar dapat mendorong danmenggerakkan potensi yang dimiliki oleh semua masyarakat sehingga
dapat menguntungkan dan memberi manfaat pada semua pihak.
4. Pendekatan kualitas (quality approach)
Meningkatkan
kualitas pelayanan baik dari segi pemberi pelayanan (provider) dan penerima
pelayanan (klien) sesuai dengan situasi dan kondisi.
5. Pendekatan kemandirian (self rellant approach)
Memberikan
peluang kepada sektor pembangunan lainnya dan masyarakat yang telah mampu untuk
segera mengambil alih peran dan tanggung jawab dalam pelaksanaan program KB nasional.
6. Pendekatan tiga dimensi ( three dimension approach)
Strategi tiga dimensi program KB sebagai pendekatan
program KB nasional, dimana program tersebut atas dasar survey pasangan usia
subur di Indonesia terhadap ajakan KIE yang terbagi menjadi tiga kelompok,
yaitu :
a. 15% PUS
langsung merespon “ya” untuk ber-KB
b. 15-55%
PUS merespon ragu-ragu“ untuk ber-KB
c. 30 %
PUS merespon "tidak“ untuk ber-KB
a. Tahap
perluasan jangkauan
Pola tahap ini penggarapan program lebih difokuskan lebih kepada sasaran :
1) Coverage
wilayah
Penggarapan wilayah adalah penggarapan program KB lebih diutamakan pada
penggarapan wilayah potensial, seperti wilayah Jawa, Bali dengan kondisi jumlah
penduduk dan laju pertumbuhan yang besar
2) Coverage
khalayak
Mengarah kepada upaya menjadi akseptor KB sebanyak-banyaknya. Pada
tahap ini pendekatan pelayanan KB didasarkan pada pendekatan
klinik
b. Tahap
pelembagaan
Tahap ini untuk mengantisipasi keberhasilan pada tahap potensi yaitu tahap
perluasan jangkauan. Tahap coverage wilayah diperluas jangkauan propinsi luar
Jawa Bali. Tahap ini inkator kuantitatif kesertaan ber-KB pada kisaran 45-65
% dengan prioritas pelayanan kontrasepsi dengan metode jangka panjang, dengan
memanfaatkan momentum-momentum besar.
Pada tahap coverage wilayah diperluas jangkauan propinsi seluruh Indonesia. Sedangkan tahap coverage khalayak diperluas jangkauan sisa PUS yang
menolak, oleh sebab itu pendekatan program KB dilengkapi dengan
pendekatan Takesra dan Kukesra
1. Pelayanan
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
Pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi dilakukan dengan memberikan penerangan
konseling, advokasi, penerangan kelompok (penyuluhan) dan penerangan massa
melalui media cetak, elektronik.
Dengan penerangan, motivasi diharapkan meningkat sehingga terjadi
peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam berKB, melalui pendewasaan
usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga sehingga tercapai Norma Keluarga Kecil
Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)
Dikembangkan program reproduksi keluarga sejahtera. Para wanita baik sebagaicalon ibu atau ibu, merupakan anggota keluarga yang paling rentan
mempunyai potensi yang besar untuk mendapatkan KIE dan pelayanan KB yang tepat dan benar
dalam mempertahankan fungsi reproduksi.
Reproduksi sehat sejahtera adalah suatu keadaan sehat baik fisk, mental
dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang
berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses reproduksi. Bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta dibentuk
berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan
material, bertaqwa kepada Tuhan YME, memiliki hubungan yang serasi, selaras dan
seimbang antar anggota dan antara keluarga dengan lingkungan.
Dalam mencapai sasaran reproduksi sehat, dikembangkan 2 gerakan
yaitu: pengembangan gerakan KB yang
makin mandiri dan gerakan keluarga sehat sejahtera dan gerakan keluarga sadar
HIV/AIDS.
Pengayoman, melalui program ASKABI (Asuransi Keluarga Berencana Indonesia), tujuan agar merasa aman dan terlindung apabila terjadi
komplikasi dan kegagalan.
3. Peran serta masyarakat dan institusi pemerintah
PSM ditonjolkan (pendekatan masyarakat) serta kerjasama institusi pemerintah (Dinas Kesehatan, BKKBN, Depag, RS, Puskesmas).
Melalui jalur pendidikan (sekolah) dan pelatihan, baik petugas KB, bidan,
dokter berupa pelatihan konseling dan keterampilan.
II.2 Pelayanan Lansia
1.
Pengertian
A.
Pelayanan
Pelayanan adalah proses
pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung. Pelayanan
kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan
kesehatan kepada masyrakat.
Menurut Prof.Dr.
Soekidjo Notoatmojo, Pelayanan kesehatan adalah sebuah sub sistem pelayanan
kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan
promotif (peningkatan kesehatan ) dengan sasaran masyrakat.
B.
Lanjut
Usia
Masa lanjut merupakan
periode penutup dalam rentan hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana
seseorang telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan
atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat.
Dewasa lanjut (Late
adult hood) atau lebih dikenal dengan istilah lansia adalah periode dimana seseorang
telah mencapai usia diatas 45 tahun.
Secara terus-menerus,
yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan keatian. Hal ini disebabkan
terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem
organ.
Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) menggolongkn lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age )45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
C.
Kesehatan
reproduksi
Pengertian kesehatan
reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik, mental dan sosial yang utuh,
bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya.
Suatu keadaan sehat
secara menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan
dengan alat, fungsi serta proses reproduksi yang pemikiran kesehatan reproduksi
bukannya kondisi yang bebas dari penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat
memiliki kehidupan seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah
2.
Masalah
Kesehatan Gerontik
A.
Masalah
kehidupan sexual
Adanya anggapan bahwa
semua ketertarikan seks pada lansia telah hilang adalah mitos atau
kesalahpahaman.
Hubungan seksual pada
suami istri yang sudah menikah dapat berlanjut sampai bertahun-tahun. Bahkan
aktivitas ini dapat dilakukan pada saat klien sakit atau mengalami
ketidakmampuan dengan cara berimajinasi atau menyesuaikan diri engan pasangan
masing-masing. Hal ini dapat menjadi tanda bahwa maturitas dan kemesraan antara
kedua pasangan sepenuhnya normal. Ketertarikan terhadap hubungan intim dapat
terulang antara pasangan dalam membentuk ikatan fisik dan emosional secara
mendalam selama masih mampu melaksanakan.
B.
Perubahan
perilaku
Pada lansia sering
dijumpai terjadinya perubahan perilaku diantaranya : daya ingin merawat diri,
timbulnya kecemasan karena dirinya sudah tidak menarik lagi, lansia sering
menyebabkan sensitivitas emosional seseorang yang akhirnya menjadi sumber
banyak masalah.
C.
Pembatasan
Fisik
Semakin lanjut usia
seseorang, mereka akan mengalami kemundurun terutama dibidang kemampuan fisik
yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan-peranan sosialnya. Hal ini
mengakibatkan pula timbulnya gangguan di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya
sehingga dapat meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain.
D.
Palliative
care
Pemberian obat pada
lansia bersifat palliative care adalah obat tersebut ditunjukan untuk
mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh lansia.
Fenomena poli fermasi
dapat menimbulkan masalah, yaitu adanya interaksi obat dan efek samping obat.
Sebagai contoh klien dengan gagal
jantung dan edema mungkin diobatai dengan dioksin dan diuretika. Diuretika
berfungsi untuk mengurangi volume darah dan salah satu efek sampingnya yaitu
keracunan digosin. Klien yang sama mungkin mengalami depresi sehingga diobati
dengan antidepresan. Dan efek samping inilah yang menyebabkan ketidaknyaman
lansia.
E.
Penggunan
obat
Medikasi pada lansia
memerlukan perhatian yang khusus dan merupakan persoalan yang sering kali
muncul dimasyarakat atau rumah sakit. Persoalan utama dan terapi obat pada
lansia adalah terjadinya perubahan fisiologis pada lansia efek obat yang luas,
terasuk efek samping obat tersebut. Dampak praktis dengan adanya perubahan usia
ini adalah bahwa obat dengan dosis yang lebih kecil cendrung diberikan untuk
lansia. Namun hal ini tetapp bermasalah karena lansia sering kali menderita
bermacam-macam penyakit untuk diobati sehingga mereka membutuhkan beberapa
jenis obat.
Persoalan
yang dialami lansia dalam pengobatan adalah :
·
Bingung
·
Lemah ingatan
·
Penglihatan berkurang
·
Tidak bias memegang
·
Kurang memahami pentingnya program
tersebut untuk dipatuhi dan dijalankan.
F.
Kesehatan
mental
Selain mengalami
kemunduran fisik lansia juga mengalami kemunduran mental. Semakin lanjut
seseorang, kesibukan sosialnya akan semakin berkurang dan dapat mengakibatkan
berkurangnya intregrasi dengan lingkungannya.
3.
Perkembangan
Reproduksi Usia Lanjut
1.
Wanita
Perubahan
Anatomik pada Sistem Genitalia
Dengan berhentinya
produksinya homon estrogen, genetalia interna daneksterna berangsur-angsur
mengalami atrofi.
a. Vagina
Sejak klimaterium,
vagina berangsur-angsur mengalami atropi, meskipun pada wanita belum pernah
melahirkan. Kelenjar seks mengecil dan berhenti berfungsi. Mukosa genitalia
menipis begitu pula jaringan sub mukosa tidak lagi mempertahankan
elastisitasnya akibat fibrosis. Perubahan ibni sampai batas tertentu
dipengaruhi oleh keberlangsungan koitus, artinya makin lama kegiatan tersebut
dilakukan kuranng laju pendangkalan atau pengecilan genetalia eksterna.
b. Uterus
Setelah klimaterium
uterus mengalami atrofi, panjangnya menyusut dan dindingnya menipis, miometrium
menjadi sedikit dan lebih banyak jaringan fibrotik. Serviks menyusut tidak
menonjol,bahkan lama-lama akn merata dengan dinding jaringan.
c. Ovarium
Setelah menopause,
ukuran sel telur mengecil dan permukaan menjadi “keriput” sebagai akibat atrofi
dari medula, bukan akibat dari ovulasi yang berulang sebelumnya, permukan
ovarium menjadi rata lagi seperti anak oleh karena tidak terdapat folikel.
Secara umum , perubahan fisik genetalia interna dan eksterna dipengaruhi oleh
fungsi ovarium. Bila ovarium berhenti berfungsi, pada umunya terjadi atrofi dan
terjadi inaktivitas organ yang pertumbuhannya oleh hormon estrogen dan
progesteron.
d. Payudara
( Glandula mamae)
Payudara akan menyusut
dan menjadi datar , kecuali pada wanita yang gemuk, dimana payudara tetap besar
dan menggantung. Keadaan i ni disebabkan
oleh karena antrofi hanya mempengaruhi kelenjar payudara saja. Kelenjar
pituari anterior mempengaruhi secara
histologik mapun fungsional, begitu pula kelenjar teroit dan adrenal menjadi
“keras” dan mengakibatkan bentuk tubuh serupa akromegali ringan. Bahu menjadi
gemuk dan garis pinggang menghilang. Kaang timbul pertumbuhan rambut pada
wajah. Rambut ketiak, pubis mengurang oleh karena pertumbuhannya dipengaruhi
oleh kelenjar adrenal dan bukan kelenjar ovarium. Rambut kepala menjadi jarang.
Kenaikan berat badan sering terjadi pada masa klimakterik.
2.
Pria
Beberapa
perubahan yang terjadi pada lansia pria adalah :
a. Produksi
testoteron menurun secara bertahap
Penurunan ini mungkin
juga akan menurunkan hasrat dan kesejahteraan. Testis menjadi lebih kecil dan
kurang produktif. Tubular testis akan menebal dan berdegenerasi. Perubahan ini
akan menurunkan proses spermatogenesis,
dengan penurunan jumlah sperma tetapi tidak mempengaruhi kemmpuan untuk
membuahi ovum.
b. Kelenjar
prostat biasanya membesar
Hipertrofi prostate
jinak terjadi pada 50% pria di atas usia 40 tahun dan 90% pria di atas usia 80
tahun. Hipertrofi prostat jinak ini memerlukanterapi lebih lanjut.
c. Respon
seksual terutama fase penggairahan (desire)
Menjadi
lambat ereksi yang sempurna mungkin juga tertunda.
Elevasi testis dan
vasokongesti kantung skrotung berkurang, mengurangi intensitas dan durasi
tekanan pada ototsadar dan tak sadar serta ereksi mungkin kurang kaku dan
bergantung pada sudut dibandingkan pada usia yang lebih muda. Dan juga
dibutuhkan stimulasi alat kelamin secara langsung untuk menimbulkan respon.
Pendataran fase penggairahan akan berlanjut untuk periode yang lebih
lamasebelum mencapai orgasme dan biasanya pengeluaran pre-ejakulasi berkurang
bahkan tidak terjadi.
d. Fase
orgasme, lebih singkat dengan ejakulasi yang tanpa disadari
Intensitas sensasi
orgasme menjadi berkurang dan tekanan ejakulasi serta jumlah cairan sperma
berkurang. Kebocoran cairan ejakulasi tanpa adanya sensasi ejakulasi yang
kadang-kadang dirasakan pada lansia pria disebut sebagai ejakulasi dini atau
prematur dan merupakan akibat dari kurangnya pengontrolan yang berhubungan
miotonia dan vasokongesti, serta masa refraktermemanjang pada lansia pria.
Ereksi fisik frekuensinya berkurang termasuk selama tidur.
e. Kemampuan
ereksi kembali setelah ejakulasi semakin panjang, pada umumnya 12 sampai 48 jam
setelah ejakulasi. Ini berbeda pada orang muda yang hanya membutuhkan beberapa
menit.
f. Ereksi
pagi hari (morning erektion) semakin jarang terjadi
4.
Upaya
Pelayanan Kesehatan Reproduksi terhadap
Lansia
Upaya pelayanan kesehatan
terhadap lansia meliputi azaz, pendekatan, dan jenis pelayanan kesehatan yang
diterima.
1. Azaz
Menurut WHO (1991)
adalah to add life to the years dead have been added to life, dengan prinsip
kemerdekaan (independence),
partisipasi (participation), perawatan
(care), pemenuhan diri (self fullfilment), dan kehormatan (dignity).
Azaz yang di anut oleh
departemen kesehatan RI adalah add life
to the years, add health to life and add years to lifeyaitu meningkatkan
mutu kehidupan lanjut usia, meningkatkan kesehatan, memperpanjang usia.
2. Pendekatan
Menurut World Health
Organization (1982), pendekatan yang digunakan adalahsebagai berikut :
a. Menikmati
hasil pembangunan (sharing the benefit of social devlopment)
b. Masing-masing
lansia mempunyai keunikan (individualiti of aging persons)
c. Lansia
diusahakan mandiri dalam berbagai hal (nondependence)
d. Lansia
turut memilih kebijakan (choice)
e. Memberikan
perawatan dirumah (home care)
f. Pelayanan
harus dicapai dengan mudah (accessbility)
g. Mendorong
ikatan akrab antar kelompok/antar generasi (engaging the aging)
h. Transportasi
dan utilitas bangunan yang sesuai dengan lansia (mobility)
i.
Para lansia dapat terus berguna dalam
menghasilkan karya (productifity)
j.
Lansia beserta keluarga aktif memelihara
kesehatan lansia (self health care and family care)
3. Jenis
Jenis pelayanan
kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya kesehatan yaitu promotif,
prefentif, diagnosa dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, serta pemulihan.
a. Promotif
Upaya promotif juga
merupakan proses adfokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien, tenaga
profesional dan masyarakat terhadap praktek kesehatan yang positif menjadi
norma – norma sosial.
Upaya
perlindungan kesehatan bagi lansia sebagai berikut :
1. Mengurangi
cidera
2. Meningkatkan
keamanan ditempat kerja
3. Meningkatkan
perlindungan dari kualitas udara yang buruk
4. Meningkatkan
keamanan, penanganan makan dan obat obatan
5. Meningkatkan
perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mulut
b. Prefentif
Pencegahab
primer, meliputi :
1. Program
imunisasi
2. Konseling
3. Dukungan
nutrisi
4. Eksercise
5. Keamanan
didalam dan sekitar rumah
6. Manajemen
stres
7. Menggunakan
medikasi yang tepat
Pencegahan skunder, meliputi :
Pemeriksaan
terhadap penderita tanpa gejala. Jenis pelayanan pencegahan skunder :
1. Kontrol
hipertensi
2. Deteksi
dan pengobatan kanker
3. Skrining:
pemeriksaan rektal, mamogram, papsmear, gigi, mulut,
Pencegahan
tersier dilakukan sesuai gejala penyakit dan cacat .Jenis pelayanan mencegah berkembangnya gejala
dengan memfasilisasi rehabilitasi, mendukung usaha untuk mempertahankan
kemampuan anggota badan yang masih berfungsi.
c. Rehabilitatif,
prinsip rehabilitatif meliputi :
1. Pertahankan
lingkungan aman
2. Pertahankan
kenyamanan, istirahat, aktifitas dan mobilitas
3. Pertahankan
kecukupan gizi
4. Pertahankan
fungsi pernapasan
5. Pertahankan
aliran darah
6. Pertahankan
kulit
7. Pertahankan
fungsi pencernaan
8. Pertahankan
fungsisaluran perkemihan
9. Meningkatkan
fungsi pisiko sosial
10. Pertahankan
komunikasi
11. Mendorong
pelaksanaan tugas
Komentar
Posting Komentar